Natalan: Sebuah Fenomena Rumah Tangga
Fatwa boleh atau tidaknya mengucapkan selamat
natal bagi umat Islam kerap menjadi angin yang berhembus tiap akhir tahun. Masing-masih
ahli pendapat memiliki dalil dan argumentasinya sendiri. Ada yang beranggapan
ucapan selamat natal sama dengan ikut mengakui perayaan tersebut sebagai bentuk
kebenaran dan ada yang lebih berorientasi kepada kerukunan antar umat beragama.
Lewat siaran radio polemik ini menyertai
perjalanan sepasang suami istri, Resnu dan Dinda bersama macet yang menjebak. Mereka
hendak pulang guna merayakan natal bersama keluarga. Masalahnya adalah terdapat
dua rumah berjauhan yang sama-sama menunggu. Dinda sendiri tak ambil pusing,
Resnu lah yang memikul beban sepanjang perjalanan. Ia terpikir ibu yang
menantikan kepulangannya. Posisinya diperburuk oleh Dinda yang terus mengungkit
kesalahannya karena justru tersesat saat mencoba jalan pintas.
Di rumah, Ibu Restu dihantui rasa harap-harap
cemas sebab tak ada kabar dari Resnu. Ia coba hubungi lewat telepon pun tidak
tersambung. Walau demikian sebagai jaga-jaga Ibu Resnu tetap menghabiskan hari
untuk bersiap menyambut sang anak yang ia perkirakan datang bersama keluarga. Namun
sampai makanan siap saji dan siang berganti petang, masih tidak ada
tanda-tanda akan kehadiran Resnu.
Natalan menyorot satu bentuk fenomena
universal ketika dua sejoli memutuskan untuk membina rumah tangga. Saling
mengerti satu sama lain diperlukan sebagai landasan untuk menciptakan keharmonisan.
Dinda sepertinya abai terhadap konsep ini. Ia tak menaruh perhatian pada
keluarga Resnu yang hanya ibu seorang dan menjunjung tinggi kepentingan
keluarganya sendiri.
Di satu sisi komunikasi malah menjadi senjang
ketika Resnu terkesan pasrah saja. Ketegasan sebagai suami perlu diambil walau beresiko
timbul ribut. Itu kalau tidak mau makan hati selamanya karena terus mengalah
kepada istri. Ego memang salah satu sikap yang berpotensi membuat retak
hubungan, apalagi kalau berkesinambungan.
Pasalnya pernikahan tidak bersifat
perseorangan yang karenanya ada waktu dimana ego perlu diredam untuk bisa saling
membahagiakan. Pernikahan sepantasnya menjadi kesempatan bagi tiap-tiap
individu untuk menjadi pribadi yang lebih bijaksana. Secara adat ritual
sakral ini tidak hanya menyangkut kedua mempelai, tapi juga silsilah keluarga.
Natalan (2015) | Rumah Produksi: Kebon Studio
Film | Penulis Skenario dan Sutradara: Sidharta Tata | Ignatius Dimas Yulianto
| Pemain: Mien Brodjo, Ramon Y. Tungka, Clara Soetedja
Komentar
Posting Komentar